JAMAK QASHAR TERUS SELAMA KONTRAK


JAMAK QASHAR TERUS SELAMA KONTRAK

PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustad semua, bolehkah saya menjamak dan meng qhosor sholat saya selama masa kontrak sampai kembali lagi kerumah? Lihat di beberapa video yang beredar jadi agak ragu, terimakasih


(Chief Bowo Ristijono - 0813-9291-XXXX)

JAWABAN:


Wa'alaikumussalaam wa rahmatullaahi wa barakaatuh.

Bismillah, walhamdulillah,wa sholaatu wa salaamu 'alaa rosuulillaah, laa haulaa wa laa quwwata illaa billaah, Amma Ba'du.

Yth. Chief Bowo Ristijono, yang semoga senantiasa mendapatkan rahmat dari Allah Ta'alaa dimanapun berada.

Sebagai perwira pelayaran niaga, apabila selama masa kontrak Bapak, status Bapak adalah sebagai musafir, maka walhamdulillah, Bapak diperbolehkan untuk terus menerus jamak qoshor, hingga sampai masa kontrak berakhir dan tiba di rumah kembali.

Namun perlu kami rincikan disini bahwa ada perbedaan sedikit antara sebab-sebab jamak dan sebab-sebab qoshor, sehingga nanti pada prakteknya diatas kapal, Bapak bisa saja melakukan jamak qoshor sekaligus, ataupun qoshor saja tanpa jamak dengan melihat situasi dan kondisi real yang ada dilapangan, artinya apabila kondisi sedang longgar, dan shalat bisa dikerjakan tepat pada waktunya masing-masing, Bapak bisa melakukan Qashar shalat saja tanpa jamak, namun apabila kondisi menyulitkan untuk shalat pada waktunya masing-masing, maka bapak bisa menjamak dan meng-qashar shalat sekaligus, meskipun jikalaupun Bapak tetap memilih untuk jamak qashar terus menerus tanpa mempertimbangkan kelonggaran sikon itu juga tidak mengapa, sebab jamak dan Qashar itu memang dua jenis keringanan yang telah diberikan oleh Allah Ta'alaa bagi hamba Nya yang sedang dalam perjalanan (musafir).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan Qashar shalat hanya diperbolehkan bagi seseorang yang sedang dalam perjalanan (safar). Di luar kondisi safar, seseorang tidak diperkenankan untuk mengqashar shalat. Sebaliknya, menjamak shalat diperbolehkan tidak hanya dalam kondisi safar tetapi juga karena adanya kebutuhan (hajat) atau halangan (uzur). Seseorang bisa menjamak shalat dalam perjalanan pendek maupun panjang, serta dalam kondisi yang menyulitkan seperti hujan, sakit, atau faktor lain yang dapat menimbulkan kesulitan. Intinya, menjamak shalat diperbolehkan untuk meringankan kaum muslimin dalam menjalankan ibadah mereka.”

(Majmu’ah Al-Fatawa, 22:292)

Demikian pula terkait Qashar yang Bapak lakukan terus menerus dikala sedang safar, itu juga memiliki dalil yang sangat kuat, bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa Mengqoshor shalat ketika safar hukumnya adalah WAJIB sebagaimana hadits dari  ummul mukminiin ‘Aisyah radhiallahu'anha berikut ini,

فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ فِى الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ فَأُقِرَّتْ صَلاَةُ السَّفَرِ وَزِيدَ فِى صَلاَةِ الْحَضَرِ.

Dahulu shalat diwajibkan dua raka’at dua raka’at ketika tidak bersafar dan ketika bersafar. Kewajiban shalat dua raka’at dua raka’at' ini masih berlaku (kewajibannya) ketika safar. Dan ketika tidak bersafar, jumlah rakaatnya ditambahi.” (HR. Bukhari No. 350)

Perhatikanlah ada kata "Furidhatis shalaatu" yang menunjukkan bahwa maknanya wajib, nah apabila Bapak mengambil pendapat ini, maka itu artinya justru Bapak akan berdosa apabila tidak mengqashar shalat wajib Bapak ketika safar bukan, sehingga mau tidak mau Bapak harus terus menerus Qashar dikala Bapak safar kapanpun dan dimanapun. 

Nah, para ulama yang berpendapat akan wajibnya Qashar saat safar, adalah ulama mahdzab Hanafiyah, Malikiyyah mereka berpandangan bahwa qashar shalat itu bagian dari kewajiban, namun ulama yang berpendapat seperti ini berselisih pendapat apakah shalatnya batal ataukah tidak jika dikerjakan secara sempurna (itmam).

Sekarang kita telaah pendapat yang menyatakan bahwa Qashar shalat saat safar adalah sunnah, yang mana ini merupakan pendapat mayoritas ulama, seperti Ibnu Taimiyyah, Imam Syafi’i, Imam Malik, dan pendapat masyhur dari Imam Ahmad, menyatakan bahwa QASHAR SAAT SAFAR ADALAH SUNNAH, bukan wajib. Asy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, juga berpendapat dengan pendapat tersebut dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan bahwa qashar saat safar hukumnya lebih utama (afdal), sedangkan shalat secara lengkap (tanpa qashar) dikala safar, hukumnya adalah makruh.

Dalil para ulama yang berpendapat sunnah juga sangat kuat, Dalil pendapat ini, dapat ditemukan pada Tafsir ibnu katsir, Qs. An Nisa ayat 101, disitu dimunculkan sekian banyak dalil akan sunnahnya Qashar shalat dikala safar, dan disini kami akan tampilkan salah satu saja, yakni dalil sebuah riwayat dari imam Ahmad rahimahullah, 

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْج، عَنِ ابْنِ أَبِي عَمَّارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بابَيْه، عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ: سَأَلْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قُلْتُ: {لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا} وَقَدْ أمَّن اللَّهُ النَّاسَ؟ فَقَالَ لِي عُمَرُ: عجبتُ مِمَّا عجبتَ مِنْهُ، فسألتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: "صَدَقَةٌ تَصْدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ، فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Abu Ammar, dari Abdullah ibnu Rabiyah, dari Ya'la ibnu Umayyah yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Umar ibnul Khattab mengenai (keheranannya) akan makna firman-Nya: "tidaklah berdosa bagi kalian, meng-qasar salat (kalian), jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101) Padahal orang-orang di masa sekarang dalam keadaan aman (ke mana pun mereka mengadakan perjalanan)? Maka Umar Radhiyallahu'anhu berkata kepadaku bahwa ia pun pernah merasa heran seperti apa yang aku rasakan, lalu ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mengenai hal tersebut. Maka beliau Shalallahu'alaihi Wasallam menjawab: 

صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ

"(Itulah) Sedekah yang diberikan oleh Allah kepada kalian. Karena itu, terimalah sedekah-Nya." (HR. Muslim no. 686)

Nah, pun demikian jika bapak mengambil pendapat ini, maka justru sangat dianjurkan bagi Bapak untuk terus menerus Qashar selama masih berstatus sebagai musafir, sebab itulah yang lebih mendekati sunnah dan sesuai dengan praktik Nabi Muhammad shalallaahu 'alaihi wa sallam semasa beliau hidup.

Sampai sini, kami pun tidak memungkiri ada juga pendapat ketiga yang menyatakan bahwa musafir boleh memilih antara mengerjakan shalat secara lengkap atau qashar.  

Dan juga pendapat keempat yang masyhur dalam madzhab Syafi’i, bahwa qashar shalat saat safar lebih afdhal dari pada shalat sempurna jika safar selama maksimal tiga hari saja, namun bila safarnya melebihi 3 hari, maka melaksanakan shalat wajib secara itmam justru lebih afdhal. Allaahu a'lam.

Sebagai tambahan wawasan saja, pernah kami renungkan dalam-dalam, mengapa sampai bisa imam syafi'i menyatakan lebih afdhal itmam jika safarnya adalah safar yang lama, yakni melebihi 3 hari, 3 malam, dan Allaahu a'lam, bisa dimungkinkan imam syafi'i dengan ilmu beliau yang sangat dalam dan luas, beliau rahimahullah sudah bisa mengantisipasi bahwa bisa dimungkinkan kelak, daratan sudah tidak layak huni, entah karena peperangan yang dahsyat, virus atau hal lainnya, sehingga akhirnya semua manusia hanya bisa bertahan hidup di kapal yang besar ditengah lautan, atau kapal besar di angkasa luar, sehingga status kapal yang tadinya hanya sebagai kendaraan, pada saat itu justru menjadi tempat tinggal manusia, pengganti daratan, maka disaat itulah, pendapat imam syafii bahwa itmam shalat dikala safar lebih afdhal menjadi lebih kuat, akibat status kapal sudah beralih menjadi pengganti daratan, atau status pelaut sudah menjadi seperti orang-orangan kapal, yang hidupnya memang dikapal, mukim dikapal bersama keluarganya dan seluruh manusia yang lainnya. Wallaahta'alaa wa a'lam.

Darisini, apabila Bapak lebih yakin dengan pendapat ulama yang menyatakan Qashar dikala safar itu Sunnah atau wajib, maka janganlah sekali-kali ragu dan Bapak harus tetap meng-qashar shalat Bapak disetiap kali Bapak safar, dengan penuh keyakinan dan tanpa keragu-raguan sedikitpun, baik disaat safar yang sulit atau safar yang mudah, baik dikala safar yang pendek maupun yang panjang, bahkan dikala safar yang aman maupun tidak aman, Bapak harus tetap yakin untuk meng-qashar shalat Bapak sebab  Ibnu Abbas radhiallahu'anhu pernah berkata: "Kami salat bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam di antara Mekah dan Madinah sebanyak dua rakaat-dua rakaat, padahal kami dalam keadaan aman dan tidak takut dengan apa pun di antara Mekah dan Madinah itu." (Tafsir Ibnu Katsir, Qs. An Nisa: 101).

Adapun terkait video yang beredar, yang membuat Bapak ragu, untuk jamak qashar terus menerus selama safar di perjalanan diatas kapal, mohon dipastikan kembali apakah status yang diterangkan pada video tersebut, pada posisi sebagai musafir atau mukimin, sebab sejauh pemahaman kami, para ulama hanya berbeda pendapat untuk bolehnya jamak qashar terus menerus pada posisi sebagai mukimin di atas daratan dikala safar, artinya ketika turun kapal dan menetap di suatu daerah/daratan itu sajalah ulama baru berbeda pendapatnya, tapi kalau dalam posisi safar (dalam perjalanan/mobile) ini ulama sepakat untuk dibolehkan-nya mengambil keringanan shalat jamak dan qashar.


Untuk lebih jelasnya, berikut kami rincikan perbedaan pendapat ulama, pada masing-masing posisi sebagai berikut:
  • Posisi Mustauthin, ulama sepakat, mustauthin tidak boleh Qashar, namun boleh Jamak ketika ada udzur syar'i (kebutuhan/darurat) yang membolehkan, hal ini sebagaimana kaidah jamak yang telah dijelaskan oleh Syaikhul islam ibnu Taimiyah terkait jamak diatas.
  • Posisi Mukimin, jika tanpa niat mukim, waktu tinggal juga belum jelas, maka ulama sepakat bolehnya mukimin untuk qashar terus menerus, adapun jamaknya menyesuaikan kebutuhan, namun jika sudah ada niatan mukim, atau waktu tinggal juga telah jelas, maka ulama berbeda pendapat hanya pada hari keberapa status jamak qasharnya harus dihentikan, dan jumhur ulama memberi batasan untuk lebih hati-hatinya setelah 4 hari, seorang mukimin sebaiknya sudah mengerjakan shalat dengan lengkap.
  • Posisi Musafir, ulama sepakat bolehnya jamak qashar, namun ulama berbeda pendapat pada sisi mana yang lebih afdhal dalam safar yang lama, yang lebih dari 3 hari, apakah lebih afdhal untuk qashar terus menerus atau lebih afdhal untuk di-itmam, nah, munculnya perbedaan mana yg lebih afdhal disebabkan karena hukum qashar saat safar tidak wajib, sehingga karena Qashar itu tidak diwajibkan saat safar, maka sebagian ulama mahdzab syafi'i berpendapat itmam lebih afdhal.

Kesimpulannya, selama Bapak masih ada diatas kapal, dalam posisi apapun, baik kapal sedang sandar, sedang anchoring atau On voyage, maka tidak diragukan lagi, Bapak terhitung dalam keadaan safar dan berstatus musafir, jadi boleh trus menerus jamak Qashar, terlebih apabila Bapak sudah berniat safar, lalu memahami bahwa Qashar shalat saat safar itu dibolehkan, atau bahkan lebih afdhal dan lebih sesuai sunnah/wajib, serta tidak ada lagi niatan mukim ditengah-tengah masa safar/masa kontrak Bapak saat sandar/singgah di beberapa pelabuhan, maka dalam kondisi seperti itu, silahkan boleh-boleh saja bagi Bapak untuk selalu men-jamak dan meng-qashar shalat wajib Bapak terus menerus, dari mulai berangkat dari rumah hingga sampai kembali kerumahnya lagi, dengan penuh keyakinan dan tanpa sedikitpun keragu-raguan.

Demikian jawaban kami, semoga jawaban ini dapat bermanfaat dan semakin menguatkan pemahaman kita semua. Wallahuta’alaa wa a’lam. 


Wassalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh.



Yogyakarta, 18 April 2025/ 19 Syawwal 1446H


Dijawab oleh:
Ust. Agusta Sandi, hafidzahullah
Divisi Dakwah: 
Divisi Sosial: 




Lihat yang Lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isikan komentar anda dikolom ini:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

> | Donasi Sekarang
tombol menuju form donasi

Cari sesuatu ...

Jadwal Waktu Sholat


jadwal-sholat

Kalkulator Zakat

> | Zakat Maal
hitung zakat maal Anda

> | Zakat Fitrah
hitung zakat fitrah Anda

> | Zakat Pertanian
hitung zakat pertanian Anda